Minggu, 02 Desember 2018

Mengulas kota Batam


Melanjutkan dari postingan kemarin tentang bagaimana gue merantau di Batam mari kita teruskan ceritanya.

pada dasarnya gue membuat tulisan ini adalah sebagai bentuk tanggung jawab sosial gue untuk menularkan dan menyampaikan bagaimana kehidupan di Batam bagi mereka yang baru dan akan datang ke Batam ya meskipun hanya dari sudut pandang gue karena sehari sebelum ke Batam gue juga browsing bagaimana sih kehidupan di Batam ini. mulai dari kehidupan keseharian, tingkat kriminalitas yang katanya tinggi, destinasi wisata, blackmarket, perjalanan rohani, hingga kehidupan malam nya yang terkenal ganas (katanya sih).

Gue yang baru hitungan hari tinggal di Batam mengalami kultur-shock dengan kehidupan yang selama ini gue jalannin di jakarta 25 tahun karena ya beberapa perbedaan budaya, alam, masyarakat dan lain sebagainya. mungkin akan gue ulas satu persatu tentang kota ini.

1. Tidak ada kata macet di Batam

Ini adalah satu hal yang gue suka dan memberikan kesan pertama baik buat gue. apa mungkin ini karena gue aja yang hanya tinggal di kawasan metro jaya yang terkenal macet aja kali ya hahaha gue yakin kota-kota yang seukuran juga cukup punya ruang gerak.

untuk gue orang jakarta yang setiap hari harus bangun 2 jam lebih awal untuk berangkat menuju kantor karena antisipasi macet yang tidak berkesudahan lalu bergelut dengan kerasnya pengendara ibu kota mencari siasat dan jalan tikus untuk bisa mencuri waktu semenit dua menit dari rute biasanya. Namun ketika di Batam gue tidak lagi memusingkan jarak dan waktu tempuh, semua terencana dengan tepat dan akurat. macet di Batam itu hanya kalo persimpangan dan lampu merah itu pun tidak akan selama lampu merah ragunan di simpang departemen pertanian yang kalau lampu merah bisa mencapai 3 digit.

Dikarenakan disini tidak ada macet, pengendara disini banyak yang suka ngebut. kamu perlu hati-hati kalau berkendara di Batam (ya di semua kota juga sih) karena di sini mereka banyak yang memacu kecepatannya tinggi, kalau kamu penyeberang jalan seperti gue kamu perlu untuk menunggu lama ketika ingin menyebrang dari tempat kamu ke halte bus di seberang terlebih di sini tidak banyak jembatan penyeberangan orang.

2. Kamu akan melihat bukit sejauh mata memandang

Berbeda dengan ibukota yang tanahnya datar, di Batam terrain nya berbeda-beda dan cenderung bergelombang. Karena tekstur tanah dan dulunya kata warga sekitar sih memang perbukitan yang diambil manfaat tanah dan pertambangannya lalu yang tersisa menjadi kota (langsung kota ga pake tahap desa dulu) ya jadinya begini. pertumbuhan rumah dan pemukimannya tersebar dan tidak merata, kadang dari satu kampung ke kampung lain butuh perlu jalan jauh dan melewati turunan dan tanjakan. tapi meskipun demikian beberapa kawasan di Batam sudah seperti kota kok dengan ruko dan bangunan-bangungan niaga lainnnya. sejauh ini baru banyaknya ruko dibandingkan gedung pencakar langit kaya jakarta.

Kalo kamu emang ga pernah kemana-mana seperti gue yang hanya di Jakarta, pemandangan ini tentu menjadi penyegaran tersendiri ketika biasanya melihat gedung dan kehalang rumah orang ini kita bisa melihat perbukitan seolah mengawasi kita dari kejauhan di atas sana.

3. Masyarakatnya sangat beragam

Seperti Jakarta yang menjadi destinasi utama untuk taruhan hidup begitupun kota Batam. Banyak orang-orang pendatang dari luar daerah yang hidup rukun di sini. Di sini kamu akan banyak mendengar logat-logat suku di Sumatera seperti logat batak, minang, palembang, melayu riau, tentu beberapa logat jawa karena orang jawa terkenal melimpah ruah wkwkwk.

Dibandingkan dengan Jakarta dan sekitarnya yang hidupnya "katanya" beragam. Aku melihat disini lah keberagaman yang lebih nyata. hidup rukun antar suku dan agama, dari etnis pribumi hingga orang china jadi satu di kota ini. mungkin ini juga ada pengaruhnya dengan gue yang hidup di lingkungan yang mayoritas suku betawi yang notabene nya adalah suku asli yang menjadi tuan rumah di tanah Jakarta. bahkan kalau kamu tanya aku sebenarnya orang asli Batam tuh yang mana ? ya ku juga nggak bisa jawab. pertama karena aku bukan budayawan, kedua aku hanya baru hitungan bulan, ketiga aku mainnya kurang jauh kalo kata kids jaman now mah. Tapi sejauh ku bercengkerama dengan teman-teman ku yang dari Batam mereka lebih banyak menggunakan logat batak dengan bahasa melayu yang kadang jarang digunakan seperti penggunaan kata "nampak" untuk mengganti kata "kelihatan" atau menyebut sedotan dengan kata "pipet" dan masih banyak lagi. ini mengingatkanku ketika di awal kuliah teman sekelasku ada yang dari Padang dan masih menggunakan bahasa Sumatera (begitu ku menyebutnya) lalu ketika ia menyebut kata "tangkai" sekelas menertawakan (kecuali gue) karena pemilihan kata yang asing untuk menyebut "gagang" aku hanya tersenyum ketika itu karena ya ga salah juga sih dia pun agak terpancing emosi sambil berkata "bener kan ?!, ga salah dong !"

4. Cuaca di Batam tidak bisa ditebak

Kalau di ibukota dan Bekasi khususnya kita bisa menebak kalau misalnya sedang lagi musim panas kamu akan kepanasan dalam beberapa hari kedepan, begitu pula ketika musim hujan kamu sudah bisa mempersiapkan bawa jas ujan dan payung ketika kamu dalam perjalanan. Akan tetapi kalo kamu di Batam, kamu akan susah prediksi cuacanya misalnya hari ini sangat cerah dan panas bisa jadi besok pagi diguyur hujan lebat, dan besok nya hari kembali cerah, atau misalnya kamu liat nih wah mendung eh pas kamu tunggu sebentar langsung berubah jadi terik.

5. Kota Batam Tanah Air Beta

Beta disini adalah sebutan seperti pemrograman yang dalam artian masih tahap pengembangan mungkin dengan bahasa frontalnya adalah belum semaju Jakarta. Dalam tahapan mengembangan seperti ini yang ku lihat dan senangi adalah warganya yang bersatu-padu untuk membangun Batam dan memiliki kecintaan pada sosial dan program pemerintahnya. Berbeda dengan iklim yang cenderung individualis di ibukota di sini masyarakatnya masih suka banget mengadakan kompetisi-kompetisi pencarian bakat, kompetisi nasyid, pertunjukan unjuk kemapuan anak-anak, festival-festival tarian melayu yang bakal jarang banget kamu liat di kehidupan ibukota. bahkan ku hanya melihat ondel-ondel di ibukota itupun dalam rangka ngamen. tapi di sini akan sangat sering kamu menemui sayembara lomba ini itu dan acara ini itu dengan bintang tamu artis ini dan itu, ya meskipun artis redup ibukota.

Hal ini gue rasain banget ketika gue ikutan di acara yang diadakan oleh organisasi kewanitaan gitu dengan konsep car-free night dan apa yang gue rasa? ruaameee banget ! semarak banget, tua muda ikutan di sana, sajian kuliner, tari-tarian, masih dipertunjukan sebagai tontonan utama bukah hanya pembukaan sebuah acara formal. Di sana jam 10 malam gue pikir gue ingin pulang kembali ke kosan karena udah capek dan ngantuk. tapi tidak untuk mereka warga Batam yang masih dengan segar menunggu acara hingga habis. Aku sebagai pecinta hal yang berbau kebudayaan tentu sangat menyintai ini.

6. Harga makanan cenderung sama seperti Jakarta

Harga makanan di sini bisa dibilang hampir sama dengan harga Jakarta sih yang gue alamin. Tapi ini juga pinter-pinternya kamu cari tempat makan juga sih, soalnya beberapa tempat ada yang murah dan dapet porsi banyak beberapa tempat lainnya kamu harus merogoh kocek lebih dalam apalagi kamu makan di resto atau di tempat perbelanjaan jelas lah yaa mereka harus bayar pajak restoran yang dibebankan ke kamu. Tapii menurutku sih relative worth it dengan rasanya meskipun beberapa porsinya sedikit sekali huhu

Mungkin ada baiknya kita bahas satu persatu kali ya.

1.     Kamu akan sangat kesulitan mencari warung nasi tegal alias warteg. Sebagai fans warteg garis keras gue selalu menggantungkan diri kalo laper sama warteg. Di kantor makan ke warteg, di jalan laper ah nanti juga ada warteg, di rumah kesiangan sahur dan nggak sempat masak ? ke warteg aja! MLEBU WARTEG METU WAREG ! (masuk warteg keluar kenyang). Tapi setelah di Batam gue sangat kesulitan nyari warteg, ada sih tapi bisa diitung jari.

2.     Disini banyak warung makan padang. Mungkin hal itu masuk akal sih karena ini tanah Sumatera jadi warga Sumatera yang berlalulalang merantau juga saling bercampur dan bersatu padu membawa resep nenek moyang dalam membuat warung makan. Kamu akan lebih mudah menemukan warung makan padang di sini. Apalagi yang ku suka adalah di sini masih dapat porsi makan 10 ribu hahaha terlebih lagi porsinya banyak meskipun nasi nya doang sih tapi lauk nya sedikit. jadi untuk orang yang makannya banyak kaya gue harus membeli tambahan lauk lagi. Warung makan padang di sini agak berbeda dengan di Jakarta yang saya temukan. Jika di Jakarta mereka sudah punya takaran defaultnya yang biasa dari batok kelapa, di sini juga mereka punya takaran sendiri dan kalo kamu makan di tempat kamu akan mendapat dua gundukan di piring kamu. Tapi yang masih agak aneh adalah tekstur dan rasa nasi di sini agak berbeda, hmmm bagaimana ya jelasinnya agak keras dan berbutir mungkin pake beras pera kali ya.

3.     Kalo kamu pergi ke sebuah restoran kamu akan melihat mereka memampangkan banner makan seharga 8.800 pada hari senin-jumat dan 21.000 pada sabtu dan minggu. Sebagai warga Jakarta gue tentunya kaget masa ada yang makan dengan harga 8.800 begitupun menu nya enak-enak pula. Pernah gue cobain masuk dan beli waktu itu dan yang ku dapat adalah makanan dengan porsi cenderung sedikit (buat perut gue yang luas) daan kamu tau apa ? harga minumnya yang selangit hahahhaa ya iya lah 8.800 tapi kalo minumnya 15ribu ya sami mawon (sama aja) sa ae kamu restoran klik bait.

4.     The O Beverages.
Pertama datang gue liat menu makan mereka menyajikan minuman bernama “teh O” hah gue bingung the jenis apa lagi ini apakah ini the khas Batam. Lalu geser dikit ke bawah ada lagi namanya “Teh Obeng” ebuset ngeri banget dikira gue limbad kali disuruh minum obeng. Begitu juga menu kopi, mereka jual “Kopi O” akhirnya gue pesan deh tuh teh obeng pengen tau kaya apa sih apakah gue bisa jadi kaya master limbad yang ngunyah paku dan gue menelan obeng.

Setelah ga lama datang lah dan kamu tau apa ? yang datang adalah es teh manis. Masya Allah tekejut aku dibuatnya. Hahaha. Lalu sebagai orang yang kepo akhirnya gue cari tau tuh sejarahnya dan ternyata ini berasal dari jaman dulu Batam banyak kedatangan foreigner dari malay dan Singapore (sampe sekarang juga masih sih) dan jaman itu ketika kamu pesan minum teh maka secara default yang datang adalah teh susu begitupun kalo kamu pesen kopi yang datang kopi susu. Makanya kalo kamu mau pesen tea ga pake susu kamu bilangnya tea 0 (zero milk) yang sekarang menjadi Teh O untuk pesan teh atau kopi hangat. kalau “teh O beng” nah ada penambahan kata “beng” di sini yang dulunya itu sebenarnya “bing” dalam Bahasa mandarin dan diserap menjadi “ping” lalu jadi kebiasaan “beng” yang berarti es. Jadi kalo mau pesan es the manis dulu orang nyebutnya “tea o ping” sekarang namanya teh obeng yaitu es teh manis bukan teh yang diaduk pake obeng.

5.     Di sini lebih banyak sambal cabai hijau dibandingkan merah. Gue yang biasa makan di sini pake sambel pertama dikasih sih sambel hijau lalu gue piker Cuma di situ doang kali ah gue pun coba pindah ke tempat lain sama aja dan kok sering banget kasih gue sambal cabe ijo ini. Mungkin mereka lebih mudah didapatkan kali ya cabe ijo ini.

Mungkin segitu dulu kali ya untuk kali ini nanti kalau ada waktu gue tulis lagi tentang Batam ini. Sejauh ini sih masih suka dengan kota ini kota perpaduan minang, batak, dan melayu. Semoga bisa eksplorasi lebih banyak lagi.