Melanjutkan dari postingan kemarin tentang bagaimana gue merantau
di Batam mari kita teruskan ceritanya.
pada dasarnya gue membuat
tulisan ini adalah sebagai bentuk tanggung jawab sosial gue untuk menularkan
dan menyampaikan bagaimana kehidupan di Batam bagi mereka yang baru dan akan
datang ke Batam ya meskipun hanya dari sudut pandang gue karena sehari sebelum
ke Batam gue juga browsing bagaimana sih kehidupan di Batam ini. mulai dari
kehidupan keseharian, tingkat kriminalitas yang katanya tinggi, destinasi
wisata, blackmarket, perjalanan rohani, hingga kehidupan malam nya yang
terkenal ganas (katanya sih).
Gue yang baru hitungan hari
tinggal di Batam mengalami kultur-shock dengan kehidupan yang selama ini gue
jalannin di jakarta 25 tahun karena ya beberapa perbedaan budaya, alam,
masyarakat dan lain sebagainya. mungkin akan gue ulas satu persatu tentang kota
ini.
1. Tidak ada kata macet di
Batam
Ini adalah satu hal yang gue
suka dan memberikan kesan pertama baik buat gue. apa mungkin ini karena gue aja
yang hanya tinggal di kawasan metro jaya yang terkenal macet aja kali ya hahaha
gue yakin kota-kota yang seukuran juga cukup punya ruang gerak.
untuk gue orang jakarta yang
setiap hari harus bangun 2 jam lebih awal untuk berangkat menuju kantor karena
antisipasi macet yang tidak berkesudahan lalu bergelut dengan kerasnya
pengendara ibu kota mencari siasat dan jalan tikus untuk bisa mencuri waktu
semenit dua menit dari rute biasanya. Namun ketika di Batam gue tidak lagi
memusingkan jarak dan waktu tempuh, semua terencana dengan tepat dan akurat.
macet di Batam itu hanya kalo persimpangan dan lampu merah itu pun tidak akan
selama lampu merah ragunan di simpang departemen pertanian yang kalau lampu
merah bisa mencapai 3 digit.
Dikarenakan disini tidak ada
macet, pengendara disini banyak yang suka ngebut. kamu perlu hati-hati kalau
berkendara di Batam (ya di semua kota juga sih) karena di sini mereka banyak
yang memacu kecepatannya tinggi, kalau kamu penyeberang jalan seperti gue kamu
perlu untuk menunggu lama ketika ingin menyebrang dari tempat kamu ke halte bus
di seberang terlebih di sini tidak banyak jembatan penyeberangan orang.
2. Kamu akan melihat bukit
sejauh mata memandang
Berbeda dengan ibukota yang
tanahnya datar, di Batam terrain nya berbeda-beda dan
cenderung bergelombang. Karena tekstur tanah dan dulunya kata warga sekitar sih
memang perbukitan yang diambil manfaat tanah dan pertambangannya lalu yang
tersisa menjadi kota (langsung kota ga pake tahap desa dulu) ya jadinya begini.
pertumbuhan rumah dan pemukimannya tersebar dan tidak merata, kadang dari satu
kampung ke kampung lain butuh perlu jalan jauh dan melewati turunan dan
tanjakan. tapi meskipun demikian beberapa kawasan di Batam sudah seperti kota
kok dengan ruko dan bangunan-bangungan niaga lainnnya. sejauh ini baru
banyaknya ruko dibandingkan gedung pencakar langit kaya jakarta.
Kalo kamu emang ga pernah
kemana-mana seperti gue yang hanya di Jakarta, pemandangan ini tentu menjadi
penyegaran tersendiri ketika biasanya melihat gedung dan kehalang rumah orang
ini kita bisa melihat perbukitan seolah mengawasi kita dari kejauhan di atas sana.
3. Masyarakatnya sangat beragam
Seperti Jakarta yang menjadi
destinasi utama untuk taruhan hidup begitupun kota Batam. Banyak orang-orang
pendatang dari luar daerah yang hidup rukun di sini. Di sini kamu akan banyak
mendengar logat-logat suku di Sumatera seperti logat batak, minang, palembang,
melayu riau, tentu beberapa logat jawa karena orang jawa terkenal melimpah ruah
wkwkwk.
Dibandingkan dengan Jakarta dan
sekitarnya yang hidupnya "katanya" beragam. Aku melihat disini lah
keberagaman yang lebih nyata. hidup rukun antar suku dan agama, dari etnis
pribumi hingga orang china jadi satu di kota ini. mungkin ini juga ada
pengaruhnya dengan gue yang hidup di lingkungan yang mayoritas suku betawi yang
notabene nya adalah suku asli yang menjadi tuan rumah di tanah Jakarta. bahkan
kalau kamu tanya aku sebenarnya orang asli Batam tuh yang mana ? ya ku juga
nggak bisa jawab. pertama karena aku bukan budayawan, kedua aku hanya baru
hitungan bulan, ketiga aku mainnya kurang jauh kalo kata kids jaman now mah. Tapi
sejauh ku bercengkerama dengan teman-teman ku yang dari Batam mereka lebih
banyak menggunakan logat batak dengan bahasa melayu yang kadang jarang
digunakan seperti penggunaan kata "nampak" untuk mengganti kata
"kelihatan" atau menyebut sedotan dengan kata "pipet" dan
masih banyak lagi. ini mengingatkanku ketika di awal kuliah teman sekelasku ada
yang dari Padang dan masih menggunakan bahasa Sumatera (begitu ku menyebutnya)
lalu ketika ia menyebut kata "tangkai" sekelas menertawakan (kecuali
gue) karena pemilihan kata yang asing untuk menyebut "gagang" aku
hanya tersenyum ketika itu karena ya ga salah juga sih dia pun agak terpancing
emosi sambil berkata "bener kan ?!, ga salah dong !"
4. Cuaca di Batam tidak bisa
ditebak
Kalau di ibukota dan Bekasi khususnya kita bisa menebak kalau
misalnya sedang lagi musim panas kamu akan kepanasan dalam beberapa hari
kedepan, begitu pula ketika musim hujan kamu sudah bisa mempersiapkan bawa jas
ujan dan payung ketika kamu dalam perjalanan. Akan tetapi kalo kamu di Batam,
kamu akan susah prediksi cuacanya misalnya hari ini sangat cerah dan panas bisa
jadi besok pagi diguyur hujan lebat, dan besok nya hari kembali cerah, atau
misalnya kamu liat nih wah mendung eh pas kamu tunggu sebentar langsung berubah
jadi terik.
5. Kota Batam Tanah Air Beta
Beta disini adalah sebutan
seperti pemrograman yang dalam artian masih tahap pengembangan mungkin dengan
bahasa frontalnya adalah belum semaju Jakarta. Dalam tahapan mengembangan
seperti ini yang ku lihat dan senangi adalah warganya yang bersatu-padu untuk
membangun Batam dan memiliki kecintaan pada sosial dan program pemerintahnya.
Berbeda dengan iklim yang cenderung individualis di ibukota di sini
masyarakatnya masih suka banget mengadakan kompetisi-kompetisi pencarian bakat,
kompetisi nasyid, pertunjukan unjuk kemapuan anak-anak, festival-festival
tarian melayu yang bakal jarang banget kamu liat di kehidupan ibukota. bahkan
ku hanya melihat ondel-ondel di ibukota itupun dalam rangka ngamen. tapi di
sini akan sangat sering kamu menemui sayembara lomba ini itu dan acara ini itu
dengan bintang tamu artis ini dan itu, ya meskipun artis redup ibukota.
Hal ini gue rasain banget
ketika gue ikutan di acara yang diadakan oleh organisasi kewanitaan gitu dengan
konsep car-free night dan apa yang gue rasa? ruaameee banget !
semarak banget, tua muda ikutan di sana, sajian kuliner, tari-tarian, masih
dipertunjukan sebagai tontonan utama bukah hanya pembukaan sebuah acara formal.
Di sana jam 10 malam gue pikir gue ingin pulang kembali ke kosan karena udah
capek dan ngantuk. tapi tidak untuk mereka warga Batam yang masih dengan segar
menunggu acara hingga habis. Aku sebagai pecinta hal yang berbau kebudayaan
tentu sangat menyintai ini.
6. Harga makanan cenderung sama
seperti Jakarta
Harga makanan di sini bisa
dibilang hampir sama dengan harga Jakarta sih yang gue alamin. Tapi ini juga
pinter-pinternya kamu cari tempat makan juga sih, soalnya beberapa tempat ada
yang murah dan dapet porsi banyak beberapa tempat lainnya kamu harus merogoh
kocek lebih dalam apalagi kamu makan di resto atau di tempat perbelanjaan jelas
lah yaa mereka harus bayar pajak restoran yang dibebankan ke kamu. Tapii menurutku
sih relative worth it dengan rasanya meskipun beberapa porsinya sedikit sekali
huhu
Mungkin ada baiknya kita bahas satu persatu kali ya.
1. Kamu akan sangat kesulitan mencari warung
nasi tegal alias warteg. Sebagai fans warteg garis keras gue selalu
menggantungkan diri kalo laper sama warteg. Di kantor makan ke warteg, di jalan
laper ah nanti juga ada warteg, di rumah kesiangan sahur dan nggak sempat masak
? ke warteg aja! MLEBU WARTEG METU WAREG ! (masuk warteg keluar kenyang). Tapi
setelah di Batam gue sangat kesulitan nyari warteg, ada sih tapi bisa diitung
jari.
2. Disini banyak warung makan padang. Mungkin
hal itu masuk akal sih karena ini tanah Sumatera jadi warga Sumatera yang
berlalulalang merantau juga saling bercampur dan bersatu padu membawa resep
nenek moyang dalam membuat warung makan. Kamu akan lebih mudah menemukan warung
makan padang di sini. Apalagi yang ku suka adalah di sini masih dapat porsi
makan 10 ribu hahaha terlebih lagi porsinya banyak meskipun nasi nya doang sih
tapi lauk nya sedikit. jadi untuk orang yang makannya banyak kaya gue harus
membeli tambahan lauk lagi. Warung makan padang di sini agak berbeda dengan di
Jakarta yang saya temukan. Jika di Jakarta mereka sudah punya takaran
defaultnya yang biasa dari batok kelapa, di sini juga mereka punya takaran
sendiri dan kalo kamu makan di tempat kamu akan mendapat dua gundukan di piring
kamu. Tapi yang masih agak aneh adalah tekstur dan rasa nasi di sini agak berbeda,
hmmm bagaimana ya jelasinnya agak keras dan berbutir mungkin pake beras pera
kali ya.
3. Kalo kamu pergi ke sebuah restoran kamu
akan melihat mereka memampangkan banner makan seharga 8.800 pada hari
senin-jumat dan 21.000 pada sabtu dan minggu. Sebagai warga Jakarta gue
tentunya kaget masa ada yang makan dengan harga 8.800 begitupun menu nya
enak-enak pula. Pernah gue cobain masuk dan beli waktu itu dan yang ku dapat
adalah makanan dengan porsi cenderung sedikit (buat perut gue yang luas) daan
kamu tau apa ? harga minumnya yang selangit hahahhaa ya iya lah 8.800 tapi kalo
minumnya 15ribu ya sami mawon (sama aja) sa ae kamu restoran klik bait.
4. The O Beverages.
Pertama datang
gue liat menu makan mereka menyajikan minuman bernama “teh O” hah gue bingung the
jenis apa lagi ini apakah ini the khas Batam. Lalu geser dikit ke bawah ada
lagi namanya “Teh Obeng” ebuset ngeri banget dikira gue limbad kali disuruh
minum obeng. Begitu juga menu kopi, mereka jual “Kopi O” akhirnya gue pesan deh
tuh teh obeng pengen tau kaya apa sih apakah gue bisa jadi kaya master limbad yang
ngunyah paku dan gue menelan obeng.
Setelah ga
lama datang lah dan kamu tau apa ? yang datang adalah es teh manis. Masya Allah
tekejut aku dibuatnya. Hahaha. Lalu sebagai orang yang kepo akhirnya gue cari
tau tuh sejarahnya dan ternyata ini berasal dari jaman dulu Batam banyak
kedatangan foreigner dari malay dan Singapore (sampe sekarang juga masih sih) dan
jaman itu ketika kamu pesan minum teh maka secara default yang datang adalah teh susu begitupun kalo kamu pesen kopi
yang datang kopi susu. Makanya kalo kamu mau pesen tea ga pake susu kamu
bilangnya tea 0 (zero milk) yang sekarang menjadi Teh O untuk pesan teh atau
kopi hangat. kalau “teh O beng” nah ada penambahan kata “beng” di sini yang
dulunya itu sebenarnya “bing” dalam Bahasa mandarin dan diserap menjadi “ping”
lalu jadi kebiasaan “beng” yang berarti es. Jadi kalo mau pesan es the manis
dulu orang nyebutnya “tea o ping” sekarang namanya teh obeng yaitu es teh manis
bukan teh yang diaduk pake obeng.
5. Di sini lebih banyak sambal cabai hijau dibandingkan
merah. Gue yang biasa makan di sini pake sambel pertama dikasih sih sambel
hijau lalu gue piker Cuma di situ doang kali ah gue pun coba pindah ke tempat
lain sama aja dan kok sering banget kasih gue sambal cabe ijo ini. Mungkin mereka
lebih mudah didapatkan kali ya cabe ijo ini.
Mungkin segitu dulu kali ya untuk kali ini nanti kalau ada waktu
gue tulis lagi tentang Batam ini. Sejauh ini sih masih suka dengan kota ini
kota perpaduan minang, batak, dan melayu. Semoga bisa eksplorasi lebih banyak
lagi.