Senin, 29 Januari 2018

Merindu Sembilu

Untuk sebuah nama yang terdengar merdu,

Terima kasih telah hadir, menjadikan semua seolah indah pada awalnya. Menghadirkan sebuah keajaiban, mengubah setiap detik nya menjadi aku yang lebih hebat aku yang lebih tangguh, aku yang seolah bisa merangkai namamu dari tiap keping gugusan bintang di langit. Aku yang berani berjanji dan bertaruh pada diriku sendiri.

Pada awalnya ku pikir tak akan sampai rasa ini padamu, hanya pecundang yang tak berani sampaikan rasa ini padamu namun hingga akhirnya dirimu tau tentang segala yang ada di hati. Terkadang hidup ini tidak adil ya, beberapa orang datang dan pergi, namun beberapa kepergian meninggalkan perasaan yang tak dibawanya pergi lalu membekas di hati.

Dirimu sungguh yang terindah, buta ku dibuat oleh pesonamu, mungkin orang akan bertanya apa yang ku lihat dari mu, mengapa aku sangat tergila padamu, pada nyatanya aku tak mampu memahami alasan apa ku mencintamu. Aku hanya mencintaimu, tanpa sepatah alasan, seperti ombak yang setia menemani setiap jengkal butir pasir di pantai. 

Terlalu dalam, terlalu berakar, terlalu sukar untuk dihilangkan. Pikiranku terbahak menertawaiku, aku yang tak bisa menghilangkan bayangmu yang selalu bergelayut di kepalaku, yang menarik semua dimensi di sekitarku untuk menghantarkan pikirku kepadamu, kembali kepadamu.

Hingga pada saatnya dirimu meminta ku untuk pergi. Bukan, bukan karena kau membenciku tapi kita yang tak bisa menjadi satu, tidak akan pernah bisa. Bagai mentari dengan malam, bagai bintang yang merindu sang fajar. Lagi, akal ku kembali menertawakan ku, sungguh sebuah ironi, aku selalu merindukan nafas sosok yang tak akan pernah bisa ku genggam, fana, semu, hanyalah sebuah fatamorgana.

Di akhir pertemuan kita, bahkan ku tak sempat bertanya apakah dirimu juga mencintaku. Aku hanya mencintaimu secara buta, tak pedulikan perasaanmu terhadapku, yang ku inginkan hanya bahagiamu. ya bahagiamu, meskipun tanpa diriku, meskipun bahagiamu adalah jika jauh dariku. Aku yang tak akan pernah bisa mengambil celah kecil dari pikirmu. 

Jika seperti ini siapa yang disalahkan ? harapanku atau prefrontal korteks otak ku yang tidak bekerja ? lagi-lagi pikiranku menertawaiku. Kini hanya bisa titip doa dan meminta pada Sang Pemilik Hati untuk bersihkan dirimu dari hati dan kepalaku. Melupakan hanyalah masalah waktu, aku yang belajar ilmu pikiran dan perilaku merasa gagal karena tak mampu kuasai diriku sendiri. Setiap nafasku kini berhenti dari rangkaian nama indahmu, tak ingin lagi ku ingat dirimu, biar waktu menyelesaikan semuanya. Hingga suatu saat, aku mengenalmu sebagai kesalahan terindah dalam diriku. 

Bohong. Semua kata benci ku di atas hanyalah bentuk kesedihanku. Diriku tak akan pernah bisa melupakanmu. Semoga Allah menjaga dirimu dalam bahagia selalu. Aku mencintaimu.