Jumat, 20 September 2019

Bicara ketegasan


"Elu aja ga punya pendirian, ga tegas!"


Kalimat dari rekan kerja gue siang tadi, cukup menohok gue siang itu. Lalu seperti biasa, otakku langsung bereaksi atas "tamparan" yang menyehatkan itu.



Dalam hati, "emang gue ga tegas ya?"

iya sih gue akuin gue sangat permisif orangnya. terlalu santuy mungkin kalo kata orang masa kini mah. terus gue jadi mikir. emangnya tegas itu apa sih? kenapa gue ga tegas? dan ribuan pertanyaan yang lain yang bermunculan di kepala gue.

baik kita bisa tarik akar dari sini.

1. Tegas itu apa sih?

menurut kbbi, tegas bisa didefinisikan dengan jelas, terang, tentu, pasti. Kepastian kalau kita bisa simpulkan, suatu hal yang pasti.

2. Kenapa gue ga bisa tegas?

Ini yang menjadi akar pikiran dan masalah evaluasi diri gue sepanjang jalan di motor selama perjalanan pulang. kenapa gue terlalu permisif dan tidak tegas. Hal ini bisa dijawab dengan beberapa hal,

Satu, menjaga perasaan orang lain itu penting.

dalam hal ini beberapa ketidaktegasan terjadi karena gue masih memikirkan perasaan orang lain. atau terlalu memikirkan ya? hahaha

mungkin jika aku lebih tidak peduli dengan perasaan orang maka aku akan lebih mudah untuk terlihat atau dibilang tegas.

kunci pertama: bodo amat dengan perasaan orang.

Dua, Tidak ada aturan yang tegas.


Di kepala gue tegas adalah mengikuti aturan yang ada atau sudah disepakati bersama. Jika sudah ada maka ikutilah aturan yang berlaku, namun sayangnya dalam beberapa hal standard yang ada menjadi "karet" tidak jelas bagaimana cara bermainnya, terlalu samar dan banyak standard yang tercipta dari masing-masing kepala. Kata-kata seperti, "yaudah lah, cuma ..." itu membuat standard yang berbeda, mementingkan perasaan dibanding aturan seperti poin pertama, karena menurutku, perasaan manusia diatas segalanya (dibanding aturan). padahal jika ingin diikuti, ketegasan harus dijalankan seperti hukum, dengan menutup mata dan tidak memandang siapapun untuk dilakukan pengecualian.

Tiga, Rasionalisasi dan jalan berpikir aku hargai.


Masih tentang value yang gue anut bahwa perasaan manusia itu sangat penting, maka gue sangat sering terhambat di sini. Setiap pengecualian dari aturan yang berlaku pasti memiliki rasionalisasi dan menyampaikan pendapat merupakan hak yang merdeka bagi seluruh manusia dan au menghargai itu.

Empat. Ingin menyenangkan semua orang. 


Gue di tempat kerja sampai mendapatkan julukan staff mulia, karena gue yang terlalu sering membantu rekan lain dalam pekerjaannya padahal pekerjaan ku sendiri terbengkalai. Julukan ini aku masih anggap sebagai penghargaan hingga aku lelah dan merasa di-babu-in padahal aku bisa saja secara tegas untuk menolak dan mengatakan bahwa aku juga punya pekerjaan yang aku perlu selesaikan. "kenapa ga bilang aja?" ya baca lagi poin pertama. lagi pula aku anak baru dan rekan sekantor ku banyak yang terlalu sensitif perasaannya alias terlalu baper.  

Jadi kesimpulannya adalah,

Ketidaktegasan bisa muncul karena:
1. Terlalu memikirkan perasaan orang
2. Takut mendapat penilaian jelek dari orang lain (takut dibenci/dibully)
3. Terlalu banyak aturan yang dilanggar sehingga hal tsb menjadi hal yang biasa.
4. Terlalu menghargai orang lain. 


Aku bisa menjadi tegas jika:
1. Bodo amat dengan perasaan orang lain
2. Bodo amat dengan penilaian orang terhadapku
3. Aturan mainnya harus jelas, zero tolerance, aturan adalah hukum, adil dan tidak pandang bulu
4. Tidak masalah menyakiti perasaan orang lain. Saya punya rasionalisasi saya sendiri.

Manusia itu unik, tidak bisa seperti pemrograman yang semena-mena bisa dimasukkan fungsi jika-maka. Perlu ketegasan menentukan jalanmu sendiri, jangan terombang-ambing. tentukan tujuan yang jelas lalu singkirkan distraksi. jangan terlalu banyak "yaudah gapapa". Juga jangan terlalu cemaskan apa yang akan terjadi selanjutnya. hadapi saja.

Gitu ya, Meng.

0 komentar:

Posting Komentar